Posts filed under ‘indonesia oh indonesia’

Ibukota NKRI PINDAH

SBY tengah memikirkan lokasi baru pusat pemerintahan. Kalau seperti Malaysia itu tanggung dan tidak sepenuh hati. Cuma 40 km. Sehingga sebagian tidak pindah rumah dan akhirnya jadi jauh dan macet.

Harusnya seperti Brazil yang memindahkan ibukotanya begitu jauh dari Rio de Janeiro ke Brasilia, atau Amerika Serikat dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, Jerman dari Bonn ke Berlin.

Karena jauh akhirnya pada pindah rumah. Kalau dekat, misalnya di Jonggol atau Sentul, niscaya orang Tangerang, Bogor, Jakarta, Bekasi, Depok tetap tinggal di rumahnya dan berkantor di ibukota baru. Jalan jauh dan kemacetan pun terus berlangsung.

Pemindahan Ibukota Negara Indonesia dari Jakarta

Pertama-tama kita harus sadar bahwa pemindahan ibukota dari satu kota ke kota lain adalah hal yang biasa dan pernah dilakukan. Sebagai contoh, Amerika Serikat pernah memindahkan ibukota mereka dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, Jerman dari Bonn ke Berlin, sementara Brazil memindahkan ibukotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia. Indonesia sendiri pernah memindahkan ibukotanya dari Jakarta ke Yogyakarta.

Over Populasi (Jumlah penduduk melebihi daya tampung) merupakan penyebab utama kenapa banyak negara memindahkan ibukotanya. Sebagai contoh saat ini Jepang dan Korea Selatan tengah merencanakan pemindahan ibukota negara mereka. Jepang ingin memindahkan ibukotanya karena wilayah Tokyo Megapolitan jumlah penduduknya sudah terlampau besar yaitu: 33 juta jiwa. Korsel pun begitu karena wilayah kota Seoul dan sekitarnya jumlah penduduknya sudah mencapai 22 juta. Bekas ibukota AS, New York dan sekitarnya total penduduknya mencapai 22 juta jiwa. Jakarta sendiri menurut mantan Gubernur DKI, Ali Sadikin, dirancang Belanda untuk menampung 800.000 penduduk. Namun ternyata di saat Ali menjabat Gubernur jumlahnya membengkak jadi 3,5 juta dan sekarang membengkak lagi hingga daerah Metropolitan Jakarta yang meliputi Jabodetabek mencapai total 23 juta jiwa.

Pembangunan di Jakarta

Jadi pemindahan ibukota bukanlah hal yang tabu dan sulit. Soeharto sendiri sebelum lengser sempat merencanakan pemindahan ibukota Jakarta ke Jonggol.

Kenapa kita harus memindahkan ibukota dari Jakarta? Apa tidak repot? Apa biayanya tidak terlalu besar? Jawaban dari pertanyaan ini harus benar-benar tepat dan beralasan. Jika tidak, hanya buang-buang waktu, tenaga, dan biaya.

Pertama kita harus sadar bahwa ibukota Jakarta di mana lebih dari 80% uang yang ada di Indonesia beredar di sini merupakan magnet yang menarik penduduk seluruh dari Indonesia untuk mencari uang di Jakarta. Arus urbanisasi dari daerah ke Jakarta begitu tinggi. Akibatnya jika penduduk Jakarta pada zaman Ali Sadikin tahun 1975-an hanya sekitar 3,5 juta jiwa, saat ini jumlahnya sekitar 10 juta jiwa. Pada hari kerja dengan pekerja dari wilayah Jabotabek, penduduk Jakarta menjadi 12 juta jiwa.

Jumlah penduduk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi diperkirakan sekitar 23 juta jiwa. Padahal tahun 1986 jumlahnya hanya sekitar 14,6 juta jiwa (MS Encarta). Jika Jakarta terus dibiarkan jadi ibukota, maka jumlah ini akan terus membengkak dan membengkak. Akibatnya kemacetan semakin merajalela. Jumlah kendaraan bertambah. Asap kendaraan dan polusi meningkat sehingga udara Jakarta sudah tidak layak hirup lagi. Pohon-pohon, lapangan rumput, dan tanah serapan akan semakin berkurang diganti oleh aspal dan lantai beton perumahan, gedung perkantoran dan pabrik. Sebagai contoh berbagai hutan kota atau tanah lapang di kawasan Senayan, Kelapa Gading, Pulomas, dan sebagainya saat ini sudah menghilang diganti dengan Mall, gedung perkantoran dan perumahan.

Hal-hal di atas akan mengakibatkan:

1. Jakarta akan jadi kota yang sangat macet
2. Dengan banyaknya orang bekerja di Jakarta padahal rumah mereka ada di pinggiran Jabotabek, akan mengakibatkan pemborosan BBM. Paling tidak ada sekitar 6,5 milyar liter BBM dengan nilai sekitar Rp 30 trilyun yang dihabiskan oleh 2 juta pelaju ke Jakarta setiap tahun.
3. Dengan kemacetan dan jauhnya jarak perjalanan, orang menghabiskan waktu 3 hingga 5 jam per hari hanya untuk perjalanan kerja.
4. Stress meningkat akibat kemacetan di jalan.
5. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) juga meningkat karena orang berada lama di jalan dan menghisap asap knalpot kendaraan
6. Banjir dan kekeringan akan semakin meningkat karena daerah resapan air terus berkurang.
7. Jumlah penduduk Indonesia akan terpusat di wilayah Jabodetabek. Saat ini saja sekitar 30 juta dari 200 juta penduduk Indonesia menempati area 1500 km2 di Jabodetabek. Atau 15% penduduk menempati kurang dari 1% wilayah Indonesia.
8. Pembangunan akan semakin tidak merata karena kegiatan pemerintahan, bisnis, seni, budaya, industri semua terpusat di Jakarta dan sekitarnya.
9. Tingkat Kejahatan/Kriminali tas akan meningkat karena luas wilayah tidak mampu menampung penduduk yang terlampau padat.
10. Timbul bahaya kelaparan karena over populasi dan sawah berubah jadi rumah, kantor, dan pabrik. Saat ini pulau Jawa yang merupakan pulau terpadat di dunia 7 x lipat lebih padat daripada RRC. Kepadatan penduduk di Jawa 1.007 orang/km2 sementara di RRC hanya 138 orang/km2. Tak heran di pulau Jawa banyak orang yang kelaparan dan makan nasi aking.

Untuk itu diperlukan penyebaran pusat kegiatan di berbagai kota di Indonesia. Sebagai contoh, di AS pusat pemerintahan ada di Washington DC yang jumlah penduduknya hanya 563 ribu jiwa. Sementara pusat bisnis ada di New York dengan populasi 8,1 juta. Pusat kebudayaan ada di Los Angeles dengan populasi 3,9 juta. Pusat Industri otomotif ada di Detroit dengan jumlah penduduk 911.000 jiwa.

Di AS kegiatan tersebar di beberapa kota. Tidak tertumpuk di satu kota. Sehingga pembangunan bisa lebih merata.

Indonesia juga harus begitu. Semua kegiatan jangan terpusat di Jakarta. Jika tidak, maka jumlah penduduk kota Jakarta akan terus membengkak. Dalam 10-20 tahun, Jakarta akan jadi kota yang mati/semrawut karena jumlah penduduk yang terlampau banyak (saat ini saja kemacetan sudah luar biasa).

Biarlah Jakarta cukup menjadi pusat bisnis. Untuk pusat pemerintahan, sebaiknya dipindahkan ke Kalimantan Tengah.

Kenapa Kalimantan Tengah? Kenapa tidak di Jawa, Sulawesi, atau Sumatra?

Pertama Jawa adalah pulau kecil yang sudah terlampau padat penduduknya. Luas pulau Jawa hanya 134.000 km2 sementara jumlah penduduknya sekitar 135 juta jiwa. Kepadatannya sudah mencapai lebih dari 1.000 jiwa per km2. Apalagi pulau Jawa yang subur dengan persawahan yang sudah mapan seharusnya dipertahankan tetap jadi lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia. Kalau dipaksakan di Jawa, maka luas sawah akan berkurang sebanyak 50.000 hektar! Produksi beras/pangan lain akan berkurang sekitar 200 ribu ton per tahun! Indonesia akan semakin kekurangan pangan karenanya. Selama ibukota tetap di Jawa, pulau Jawa akan semakin padat dan pembangunan tidak tersebar ke seluruh Indonesia. Jawa sudah kebanyakan penduduk/over- crowded!

Ada pun pulau Sumatera letaknya relatif agak di Barat. Dengan jumlah penduduk lebih dari 42 juta, pembangunan di Sumatera sudah cukup lumayan.

Sulawesi dengan luas 189.000 km2 dan jumlah penduduk sekitar 15 juta jiwa masih terlalu kecil wilayahnya. Sumatera dan Sulawesi adalah pulau yang subur dan cocok untuk pertanian. Jadi sayang jika pertumbuhan jumlah penduduk dipusatkan di situ. Belum lagi kedua wilayah ini rawan dengan gempa bumi dan tsunami.

Ada pun Kalimantan luasnya 540.000 km2 dengan jumlah penduduk hanya 12 juta jiwa. Pulau Kalimantan jauh lebih luas dibanding pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dan jumlah penduduknya justru paling sedikit.

Peta Gempa

Di pulau Kalimantan juga tidak ada gunung berapi dan merupakan pulau yang teraman dari gempa. Sementara di pesisir Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa juga ombak relatif tenang dan aman dari Tsunami. Ini cocok untuk jadi tempat ibukota Indonesia yang baru.

Sebaliknya Jakarta begitu dekat dengan gunung Krakatau yang ledakkannya 30 ribu x bom atom Hiroshima dengan tsunami setinggi 40 meter. Efek ledakan Krakatau terasa sampai Afrika dan Australia. Sekarang gunung Krakatau yang dulu rata dengan laut telah “tumbuh” setinggi 800 meter lebih dengan kecepatan “tumbuh” sekitar 7 meter/tahun. Sebagian ahli geologi memperkirakan letusan kembali terulang antara 2015-2083. Jadi Jakarta tinggal “menunggu waktu” saja…

Desember 8, 2009 at 2:42 am Tinggalkan komentar

Bahaya Handphone di Pesawat

Saya sedih mendengar terbakarnya pesawat Garuda , GA 200 pada tanggal 7 Maret 2007, pukul 07.00 pagi, jurusan Jakarta-Yogyakarta di Bandara Adisucipto. Kejadian itu sungguh menyayat hati dan perasaan.

Kemudian saya teringat beberapa bulan yang lalu terbang ke Batam dengan menggunakan pesawat Garuda juga. Di dalam pesawat duduk disamping saya seorang warga Jerman. Pada saat itu dia merasa sangat gusar dan terlihat marah, karena tiba-tiba mendengar suara handphone tanda sms masuk dari salah satu penumpang, dimana pada saat itu pesawat dalam posisi mau mendarat. Orang ini terlihat ingin menegur tetapi tidak berdaya karena bukan merupakan tugasnya. Langsung saya tanya kenapa tiba-tiba dia bersikap seperti itu, kemudian dia bercerita bahwa dia adalah manager salah satu perusahaan industri, dimana dia adalah supervisor khusus mesin turbin. Saat dia melaksanakan tugasnya tiba-tiba mesin turbin mati, setelah diselidiki ternyata adasalah satu petugas sedang menggunaka HP didalam ruangan mesin turbin. Orang Jerman ini menjelaskan bahwa apabila frekwensi HP dengan mesin turbin ini kebetulan sama dan sinergi ini akan berakibat mengganggu jalannya turbin tersebut, lebih fatal lagi berakibat turbin bisa langsung mati.

Cerita ini langsung saya kaitkan dengan peristiwa diatas, kalau saya tidak salah mendengar mesin pesawat tiba-tiba mati pada saat mau mendarat. Mudah-mudahan peristiwa ini bukan akibat HP penumpang. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk masyarakat yang sering bepergian dengan pesawat. (KOMPAS)

Rakyat kita ini memang High class.. Handphone nya Mahal, Transportasi pake pesawat. Tapi bodohnya gk ketulungan. Ada yang gk tau kenapa larangan itu dibuat, ada yang tau tapi tetap gk peduli. Orang indonesia harus selalu belajar dengan cara yang keras.

Buat yang belum tahu, kenapa Gk boleh menyalakan Handphone di pesawat, berikut penjelasannya:

Sekedar untuk informasi saja, mungkin rekan-rekan semua sudah mendengar berita mengenai kecelakaan pesawat yang baru “take-off” dari Lanud Polonia-Medan. Sampai saat ini penyebab kejadian tersebut belum diketahui dengan pasti.

Mungkin sekedar sharing saja buat kita semua yang memiliki dan menggunakan ponsel/telpon genggam atau apapun istilahnya. Ternyata menurut sumber informasi yang didapat dari ASRS (Aviation Safety  Reporting System) bahwa ponsel mempunyai kontributor yang besar terhadap keselamatan penerbangan. Sudah banyak kasus kecelakaan pesawat terbang yang terjadi akibatkan oleh ponsel.

Mungkin informasi dibawah ini dapat bermanfaat untuk kita semua, terlebih yang sering menggunakan pesawat terbang.

Contoh kasusnya antara lain:

Pesawat Crossair dengan nomor penerbangan LX498 baru saja “take-off” dari bandara Zurich ,Swiss. Sebentar kemudian pesawat menukik jatuh. Sepuluh penumpangnya tewas. Penyelidik menemukan bukti adanya gangguan sinyal ponsel terhadap system kemudi pesawat.

Sebuah pesawat Slovenia Air dalam penerbangan menuju Sarajevo melakukan pendaratan darurat karena sistem alarm di kokpit penerbang terus meraung-raung. Ternyata, sebuah ponsel di dalam kopor dibagasi lupa dimatikan, dan menyebabkan gangguan terhadap system navigasi.

Boeing 747 Qantas tiba-tiba miring ke satu sisi dan mendaki lagi setinggi 700 kaki justru ketika sedang “final approach” untuk “landing” di bandara Heathrow, London. Penyebabnya adalah karena tiga penumpang belum mematikan komputer, CD player, dan electronic gamemasing-masing (The Australian, 23-9-1998).

Seperti kita tahu di Indonesia ? Begitu roda-roda pesawat menjejak landasan, langsung saja terdengar bunyi beberapa ponsel yang baru saja diaktifkan.

Para “pelanggar hukum” itu seolah-olah tak mengerti, bahwa perbuatan mereka dapat mencelakai penumpang lain, disamping merupakan gangguan (nuisance) terhadap kenyamanan orang lain.

Dapat dimaklumi, mereka pada umumnya memang belum memahami tatakrama menggunakan ponsel,disamping juga belum mengerti bahaya yang dapat ditimbulkan ponsel dan alat elektronik lainnya terhadap sistem navigasi dan kemudi pesawat terbang. Untuk itulah ponsel harus dimatikan, tidak hanya di-switch agar tidak berdering selama berada di dalam pesawat.

Berikut merupakan bentuk ganguan-gangguan yang terjadi di pesawat:
– Arah terbang melenceng,
– Indikator HSI (Horizontal Situation Indicator) terganggu,
– Gangguan penyebab VOR (VHF Omnidirectional Receiver) tak terdengar,
– Gangguan sistem navigasi,
– Gangguan frekuensi komunikasi,
– Gangguan indikator bahan bakar,
– Gangguan sistem kemudi otomatis

Semua gangguan diatas diakibatkan oleh ponsel, sedangkan gangguan lainnya seperti Gangguan arah kompas komputer diakibatkan oleh CD & game. Gangguan indikator CDI (Course Deviation Indicator) diakibatkan oleh gameboy.

Semua informasi diatas adalah bersumber dari ASRS.

Dengan melihat daftar gangguan diatas kita bisa melihat bahwa bukan saja ketika pesawat sedang terbang, tetapi ketika pesawat sedang bergerak di landasan pun terjadi gangguan yang cukup besar akibat penggunaan ponsel.

Kebisingan pada headset para penerbang dan terputus-putusnya suara mengakibatkan penerbang tak dapat menerima instruksi dari menara pengawas dengan baik.

Untuk diketahui, ponsel tidak hanya mengirim dan menerima gelombang radio melainkan juga meradiasikan tenaga listrik untuk menjangkau BTS (Base Transceiver Station). Sebuah ponsel dapatmenjangkau BTS yang berjarak 35 kilometer. Artinya, pada ketinggian 30.000 kaki, sebuah ponsel bisa menjangkau ratusan BTS yang berada dibawahnya. (Di Jakarta saja diperkirakan ada sekitar 600 BTS yang semuanya dapat sekaligus terjangkau oleh sebuah ponsel aktif di pesawat terbang yang sedang bergerak di atas Jakarta ).

Sebagai mahluk modern, sebaiknya kita ingat bahwa pelanggaran hukum adalah juga pelanggaran etika. Tidakkah kita malu dianggap sebagai orang yang tidak peduli akan keselamatan orang lain, melanggar hukum, dan sekaligus tidak tahu tata krama?

Sekiranya bila kita naik pesawat, bersabarlah sebentar. Semua orang tahu kita memiliki ponsel. Semua orang tahu kita sedang bergegas. Semua orang tahu kita orang penting. Tetapi, demi keselamatan sesama, dan demi sopan santun menghargai sesama, janganlah mengaktifkan ponsel selama di dalam pesawat terbang.

Semoga suatu hari rakyat kita bisa sedikit lebih pintar.
Mohon maaf bila kurang berkenan.

Capt.R.M Bambang Irawan
Grand Diamond Appt 888/253-302 Petchbury Road
Pratunam Rajthevee Bangkok 10400 Thailand
Phone :                +66 (2)…         Mobile :                +66 ………………

November 21, 2008 at 1:11 pm 1 komentar

Angkot Setan

Katanya sih benar2 terjadi di daerah Rawamangun Dan Kampung Melayu

………..

HATI-HATI MUNGKIN SELANJUTNYA GILIRAN ANDA

ANGKOT SETAN

Kurang lebih pukul 10 malam, Seorang wanita tengah baya (nenek-nenek untuk Lebih tepatnya), berumur sekitar 61 tahun sedang menuju pulang setelah berbelanja buah-2an di toko buah di daerah rawamangun, yang tidak jauh dari rumahnya..

Sudah kurang lebih 20 menit sang nenek menunggu angkot (mikrolet) yang biasa dinaikinya pulang…tapi angkot yang ditunggu tak kunjung tiba. Memang Biasanya angkot tersebut sudah berhenti beroperasi pada pukul 21.30 paling malam, namun entah mengapa, sang nenek merasa bahwa masih ada angkot yang akan membawanya pulang…

Setelah 35 menit menunggu..akhirnya benar, angkot yang ditunggu sang nenek muncul. Hal yang tidak biasa terjadi… Lalu naiklah sang nenek ke dalam angkot yang berisi 3 orang.. 1 orang supir dan 2 orang penumpang lain yang kedua-2nya adalah seorang wanita cantik, berambut panjang, dengan pakaian pesta berwarna putih (broken white tepatnya)..

Sang nenek sempat berpikir…” aneh sekali….dua orang wanita cantik berpakaian pesta warna putih, pada malam Hari begini naik angkot.” Tapi sang nenek tidak mau meneruskan apa yang Ada di pikirannya, walaupun bulu kuduknya sudah mulai berdiri. Terjadilah suasana yang dingin, hening tanpa suara  pada angkot tersebut. Sang supir-pun hanya menyupir tanpa menengok atau mengeluarkan suara sedikitpun.. .cara menyupirnya pun cenderung kasar, dan ngebut-ngebutan. ..

Tak sabar sang nenek untuk tiba di daerah rumahnya…sampai akhirnya, sang nenek tiba di jembatan biasa tempat ia turun. Setelah menyiapkan selembar uang Rp. 10 ribu-an (karena memang tinggal satu lembar uang 10 ribuan yang dia punya) untuk membayar angkot, sang nenek lalu memberhentikan angkot tersebut

“Bang…kiri, bang..”

Sang supir langsung memberhentikan angkotnya dengan REM mendadak tanpa bersuara..Lalu sang nenek turun, dan menyerahkan lembaran uang Rp. 10 ribu terakhirnya melalui jendela pintu depan angkot…sambil menunggu kembalian ongkosnya..

Tapi ternyata…. ……

Sang supir langsung menginjak gas dan meninggalkan nenek tersebut tanpa mengembalikan uang sang nenek…

Nenek itu berteriak… “DASAR ANGKOT SETAAAAAAAAAAAAAAAN NNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNN NN….!!! !!!!!!!!! !!”

November 17, 2008 at 11:54 pm Tinggalkan komentar

Jam di Surga

Ada serombongan manusia yang sedang menunggu masuk di pintu sorga. Mereka dipanggil masuk satu persatu oleh pejabat malaikat yang bertugas di sana .

Di dinding belakang tergantung puluhan jam dinding sebagaimana layaknya yang terlihat di bandara udara saja. Tetapi ada perbedaannya dengan jam yang ada di dunia ini. Kalau jam di dunia menunjukkan posisi waktu yang berbeda-beda untuk berbagai kota tujuan, jam dinding di sorga juga berbeda kecepatan putarannya.

Salah seorang yang agak bingung bertanya kepada malaikat di sana .

“Hi..malaikat, mengapa jam-jam ini putarannya berbeda-beda, ” tanya manusia tersebut kepada malaikat.

“Oh itu, jam yang tergantung di sana menunjukkan tingkat kejujuran pejabat pemerintah yang ada di dunia sewaktu Anda hidup,” jawab sang malaikat.

“Semakin jujur pemerintahan di negara Anda, jam negara Anda disini semakin lambat. Sebaliknya semakin korup pejabat pemerintah negara Anda, semakin cepat pula jalannya,” lanjut sang malaikat.

“Coba lihat,” kata seorang yang sedang antri kepada yang lainnya, “jam Philipina berputar kencang. Berarti memang benar Marcos banyak korupsi tuh.”

“Itu lagi…itu lagi…!!!!” seru yang lainnya, “Jam Kongo, negaranya Mobutu Seseseko berputar tidak kalah cepat dari jam Philipina.”

Mereka semua terlihat asik menikmati perputaran jam-jam tersebut. Tapi mereka mencari-cari, dimana gerangan jam Indonesia . Salah seorang dari mereka memberanikan diri menanyakan kepada malaikat tadi.

“Hi..malaikat, dimanakah gerangan jam Indonesia ?” tanya manusia tersebut.

“Oh, jam Indonesia … Kami taruh dibelakang dapur. Sangat cocok dijadikan kipas angin,” jawab sang malaikat

Oktober 31, 2008 at 1:34 pm Tinggalkan komentar

Tuhan memanggil presiden tiga negara

Tuhan memanggil presiden tiga negara, AS, Cina, dan Indonesia untuk dimarahi. Dari Amerika muncul George Bush.
Dari Cina datang Presiden Hu Jintao.
Dari Indonesia diutus Jusuf Kalla. SBY nggak berani soalnya.

Setelah habis-habisan mencela tindakan pemimpin dunia ini,
Tuhan menyampaikan bahwa Ia sudah muak dan memutuskan dalam
tiga hari dunia akan kiamat.
Tiga pemimpin ini disuruh kembali ke negaranya untuk menyampaikan keputusan Tuhan kepada rakyat mereka masing.

Ketiga pemimpin pulang ke negara masing-masing sambil putar otak, bagaimana menyampaikan kabar buruk ini kepada rakyatnya.

Di depan Kongres Amerika dan disiarkan langsung di TV,
presiden Bush mencoba, “Congressmen, ada kabar baik
dan ada kabar buruk. Pertama kabar baik dulu ya. Tuhan itu
benar-benar ada, seperti yang kita yakini. Kabar buruk:
Tuhan akan memusnahkan dunia ini dalam tiga hari”.

Hasilnya payah, terjadi kerusuhan dan penjarahan dimana-mana.

Di depan Kongres Partai Komunis Cina, Hu Jintao
memodifikasi taktik Bush, “Kamerad, ada kabar baik dan
ada kabar buruk. Pertama kabar baik dulu ya. Ternyata Marx,
Stalin, Ketua Mao, dan para pendahulu kita salah, Tuhan itu
benar-benar ada. Kabar buruk: Tiga hari lagi Tuhan akan
mengkiamatkan dunia ini.”.

Hasilnya lumayan, orang-orang Cina lari, heboh dan menangis
ketakutan dan membanjiri tempat ibadah, mau bertobat.

Yang paling sukses Jusuf Kalla.

Di depan sidang paripurna DPR yang disiarkan langsung, ia
tersenyum sumringah. “Saudara sebangsa dan setanah air, saya membawa dua kabar baik.
Kabar baik pertama: Sila pertama Pancasila kita sudah benar, Tuhan itu benar-benar ada.
Kabar baik kedua: dalam tiga hari semua masalah energi, pangan, kemiskinan, terorisme, dan penderitaan di Indonesia akan segera berakhir..”

Sukses besar!!! seluruh rakyat larut dalam pesta dangdutan dan pawai di mana-mana.

Agustus 12, 2008 at 1:54 pm Tinggalkan komentar

Nurdin Halid Turunlah Kau!!!!!!

Ada kontras yang tak terelakkan jika membandingkan Ketua Umum PSSI pertama, Ir. Soeratin Sosrosoegondo, dengan Ketua Umum PSSI ke-14, Nurdin Halid.

Ir. Soeratin, tokoh di balik berdirinya PSSI pada 19 April 1930, memilih kehilangan pekerjaan sebagai arsitek yang memberinya pendapatan berlimpah agar bisa secara total mengurus PSSI yang baru saja berdiri.

Ketika itu Soeratin bekerja di biro rancang bangunan bernama Boukundig Bureau Sitsen en Lausade dengan gaji sekira seribu gulden per bulan. Aktivitasnya mengurus PSSI membuat kinerjanya di kantor mengendur. Kantor yang memekerjakannya memberi dua opsi: tinggalkan PSSI atau tinggalkan pekerjaan.

Ini bukan pilihan sederhana. Meninggalkan pekerjaan bukan hanya membuat Soeratin kehilangan asupan finansial bagi diri dan keluarganya, tapi juga membuat Soeratin kehilangan pasokan dana yang sebagian di antaranya digunakan untuk menopang kegiatan-kegiatannya di PSSI karena PSSI sendiri ketika itu tak bisa diharapkan memberinya pendapatan. Soeratin bisa saja melepas jabatan sebagai Ketua Umum PSSI. Toh, ia masih bisa membantu PSSI dengan cara yang lain.

Tapi Soeratin memilih opsi keluar dari pekerjaannya. Baginya, membangun PSSI butuh konsentrasi besar. Masih banyak persoalan yang mesti dihadapi PSSI ketika itu, dari mulai isolasi yang dilakukan NIVB hingga membangun solidaritas bond-bond sepakbola bumiputera yang (kadang-kadang) masih saling bersaing satu sama lain. Teramat sayang jika ikhtiarnya yang susah payah dalam memelopori pendirian PSSI ditinggalkan di tengah jalan.

Fragmen bersejarah yang bisa dibaca sebagai momen eksistensial bagi manusia Soeratin di atas terasa begitu kontras dengan sikap “keras kepala” Nurdin Halid untuk terus bertahan di tampuk tertinggi kepemimpinan PSSI — sikap yang anehnya didukung dengan tidak kalah keras kepalanya oleh para pengurus PSSI dan Executive Comitte PSSI.

Kontras ini makin terasa menggelikan sewaktu membaca pernyataan Nurdin Halid ketika menjawab tuntutan agar dirinya mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI.

“Atau masalah yang saya hadapi tidak ada permintaan agar saya mundur dan saya dalam keadaan didzalimi. Untuk itu, demi harga diri saya serta demi harkat dan martabat PSSI siri’ napacce. Insya Allah dengan ridho Allah saya akan bertahan memimpin PSSI,” katanya (Kompas, 21 Februari 2008).

Jika Soeratin memilih untuk keluar dari pekerjaannya agar bisa total mengurus PSSI dengan risiko kehilangan asupan gulden yang melimpah pada zamannya, Nurdin Halid justru keukeuh untuk terus duduk di jabatannya kendati nyata-nyata ia sama sekali tak bisa memimpin roda organisasi PSSI. Alih-alih bisa memimpin PSSI dengan total, Nurdin justru lebih sering “merepotkan” PSSI karena memaksa para pengurus PSSI mesti bolak-balik ke penjara, baik untuk rapat koordinasi maupun sekadar memberi laporan.

Dalam tradisi Makasar, ‘sirri’ bukan hal sepele. Ia merujuk pada kebanggan diri, harga diri, integritas diri sebagai manusia dan laki-laki. Jika sampai ada orang menyebut “sirri”, ia hampir dipastikan sedang berada dalam kemarahan besar, merasa integritas dirinya dikoyak moyak, harga dirinya diinjak-injak.

Persoalannya, tuntutan kepada Nurdin agar mundur itu bukan persoalan pribadi. Tuntutan yang makin kuat itu muncul sebagai persoalan organisasi, dalam hal ini PSSI, organisasi yang mengatur olahraga paling merakyat di tanah air, yang pendiriannya diusahakan dengan susah payah oleh para pendirinya.

Pernyataan Nurdin itu menggelikan karena Nurdin menyamakan harga diri dan martabat pribadi dengan harga diri dan martabat PSSI, seakan-akan jika Ketua Umum PSSI merasa pribadinya dilecehkan secara otomatis PSSI sebagai organisasi juga dilecehkan harga diri dan martabatnya.

Nurdin mungkin benar bahwa PSSI sudah kehilangan harga diri dan martabatnya, tapi bukan karena Ketua Umum-nya merasa dilecehkan, tapi karena PSSI memang sudah kehilangan integritas karena kegagalannya sendiri.

Prestasi apa yang dibanggakan PSSI selama di bawah kepemimpinan Nurdin Halid? Menang lawan Bahrain tapi kemudian kalah oleh Arab Saudi dan Korea Selatan pada Piala Asia 2007? Gagal lolos semifinal Sea Games 2007? Kalah memalukkan dari Suriah dengan agregat 11-1 dalam play-off Piala Dunia 2010?

Jika Nurdin Halid butuh contoh tentang laku mertahankan harga diri dan martabat PSSI, simak saja bagaimana Soeratin dengan sikap keras membela harga diri dan martabat PSSI dalam kasus pengiriman tim Hindia Belanda ke Piala Dunia 1938 di Prancis.

Ketika itu Hindia Belanda mengirimkan tim dari Nederlandsh Indische Voetbal Unie (NIVU, organ yang merupakan metamorfosis dari NIVB) ke Prancis. Kendati sembilan pemain dalam tim itu berasal dari kalangan bumiputera dan Tionghoa, Soeratin marah bukan main karena ia menganggap NIVU melanggar “Gentlement Agreemnt” yang ditandatangani PSSI (yang diwakili Soeratin) dengan NIVU (yang diwakili Materbreok) pada 5 Januari 1937 yang menyebutkan bahwa pengiriman tim mesti didahului oleh pertandingan antara NIVU dengan PSSI. Soeratin juga menginginkan agar bendera yang digunakan tim Hindia Belanda bukan bendera NIVU.

Pelanggaran kesepakatan itu dinilai Soeratin sebagai pelecehan atas martabat PSSI. Itulah sebabnya Soeratin, atas nama PSSI, membatalkan secara sepihak semua butir kesepakatan antara PSSI dengan NIVU pada Kongres PSSI 1938 di Solo.

Pada kongres itulah Soeratin membacakan pidato berjudul “Loekisan Djiwa PSSI: Mendidik Ra’jat dengan Perantaraan Voetbalsport”, pidato yang menjadi cetak biru visi PSSI pada masa kolonial, pidato yang sepertinya tak pernah dibaca oleh Nurdin Halid dan para pengurus PSSI sekarang.

Salah satu kalimat Soeratin yang paling termasyhur –seperti diceritakan Maladi– berbunyi: “Kalau di lapangan sepakbola kita bisa mengalahkan Belanda, kelak di lapangan politik pun kita bisa mengalahkan Belanda.”

Nasionalisme dan politik pada masa itu menjadi bagian inheren dari PSSI. Jangan heran jika, misalnya, panitia kejuaraan PSSI II pada 1932 yang digelar di lapangan Laan Travelli, Batavia, nekad mengundang Soekarno untuk melakukan tendangan bola kehormatan pada partai final kejuaraan yang memertemukan VIJ (Voetball Indonesia Jcatra) melawan PSIM Yogyakarta.

Tindakan itu berkadar subversif karena Soekarno baru saja keluar dari penjara Sukamiskin di Bandung akibat aktivitasnya sebagai pemimpin Partai Nasional Indonesia.

Zaman sudah berubah. Politik memang sebaiknya tidak dibawa-bawa dalam dunia sepakbola (FIFA melarang intervensi pemerintah terhadap asosiasi sepakbola, kendati lucunya pengurus PSSI sempat membawa-bawa UU Pemilu untuk membenarkan sikap Nurdin). Tetapi, cukup jelas juga, perkara harga diri dan martabat pribadi tak bisa dibawa-bawa ke dalam urusan sepakbola dan PSSI.

Nurdin dan segenap pengurus PSSI mesti berkaca kepada apa yang sudah dicontohkan Soeratin. Saya tidak tahu apakah LP Cipinang menyediakan cermin di setiap sel tahanan atau tidak.

Juni 4, 2008 at 6:43 am Tinggalkan komentar

“BUBLE INFORMATION” MARKETING “PTS KONGLOMERAT” SUATU BENTUK PENIPUAN

Oleh :
Prof.Ir. Priyo Suprobo, MS., PhD
Rektor ITS dan Tim Akreditasi PT-DIKTI
e-mail : rektor@its.ac. id

Majalah Globe Asia, sebuah majalah baru dengan positioning untuk eksekutif bisnis yang diterbitkan oleh kelompok Lippo, pada edisi Pebruari 2008 membuat pemeringkatan PTN dan PTS. Hasilnya adalah cukup
mengagetkan, dimana UPH (Universitas Pelita Harapan) , yang juga dimiliki oleh kelompok Lippo, mengalahkan ranking PTN-PTN terkemuka maupun PTS-PTS terkemuka di Indonesia. Sebagai contoh, total score UPH (356) “diposisikan” mengalahkan 5 besar PTN seperti UGM (338), ITB (296), IPB (283), UNAIR (279), dan ITS(258). UPH juga “diposisikan” mengalahkan PTS terkemuka seperti TRISAKTI (263), ATMAJAYA (243),
UNPAR (230), dan PETRA (151).

Sebagai seorang akreditor Perguruan Tinggi yang telah bertahun-tahun mengakreditasi kebanyakan PTN maupun PTS, termasuk pernah mengakreditasi UPH dan Perguruan Tinggi lain sebagaimana yang disebutkan diatas, maka saya merasa aneh dengan “pemosisian” ranking oleh Globe Asia tersebut. Keanehan pertama, Globe Asia menggunakan kriteria-kriteria yang meskipun “mirip”dengan lembaga pemeringkat Internasional, tetapi member “bobot” yang berbeda. Sebagai contoh, fasilitas kampus diberi bobot 16%, sementara kualitas staff akademik (Dosen) hanya dibobot 9%. Lebih parah lagi, kualitas riset hanya dibobot 7%. Keanehan kedua adalah sub-kriteria dari fasilitas kampus misalnya tidak memasukkan kapasitas bandwidth sebagaimana standar akreditasi yang ada. Keanehan ketiga adalah sistem membandingkan yang tidak berbasis kaidah logis dasar “apple to apple” (kesederajatan) .

Bila kita menilik standar akreditasi, maka ada akreditasi dalam negeri oleh DIKNAS (BAN PT), regional asia (Asia University Network, AUN), maupun sistem akreditasi pemeringkatan dunia (THES, Jiao Tong, Webbo).
Akreditasi dalam negeri, regional, maupun dunia menggunakan kriteria-kriteria dan KPI (Key Performance Indicator) yang “logis secara akademis”. Artinya adalah bahwa kriteria tersebut (meskipun bervariasi) adalah memang benar-benar akan menunjukkan “jaminan mutu” dari input, proses, sarana pendukung, hingga outcome produknya. Tidak ada dari kriteria dan sub kriteria yang hanya menunjukkan keunggulan “kemewahan lifestyle” sebagaimana yang ingin ditonjolkan dalam hasil Globe Asia Ranking. Demikian juga halnya dengan membandingkan antara Universitas dengan Institut yang nature kriterianya pasti berbeda,
misalnya di Institut teknik manapun tidak ada yang mempunyai Fakultas Hukum dan Fakultas Kedokteran sebagaimana sub kriteria ranking yang dibuat Globe Asia.

Dengan demikian, maka ranking yang dilakukan Globe Asia akan menjadi suatu bentuk “penipuan” informasi yang bersifat “buble” kepada publik, khususnya orang tua mahasiswa dari kalangan eksekutif sebagai target
pasar majalah tersebut. Penipuan ini menjadi meluas ketika dirilis secara “tidak kritis” oleh koran Suara Pembaruan, 29 Januari 2008.

Mungkin fenomena seperti ini adalah akibat dari komersialisasi pendidikan di Indonesia. Pendidikan, khususnya Pendidikan Tinggi, telah menjadi komoditas yang “empuk” untuk menaikkan status sosial pemilik hingga meraup keuntungan yang besar. Ditangan para pesulap bisnis, maka pendidikan juga dikelola dengan image “Lifestyle” (gaya hidup), bukan dengan image “Qualistyle” (gaya kualitas). Mereka menyusun ranking sesuai dengan “Strength” yang dimilikinya, sekaligus menyembunyikan “Weakness” yang seharusnya menjadi kriteria akreditasi. Akibatnya adalah bahwa segala cara akan dilakukan yang penting target meraih mahasiswa selama periode marketing setiap awal tahun (Pebruari sampai Juli) mampu dicapai dengan memuaskan.

Buble informasi yang dilakukan Globe Asia untuk menaikkan citra UPH tersebut secara langsung akan mengganggu citra beberapa PTN maupun PTS yang dikelola dengan kaidah jaminan mutu yang baik. Sebagai gambaran, sistem Webbo Rank (Juli 2007) yang merupakan sistem akreditasi dunia pada penekanan kriteria kerapihan manajemen data menempatkan PTS terkenal di kawasan Timur, yaitu Universitas Petra dalam ranking ke 49 Se Asia Tenggara, UGM dan ITB adalah ranking ke-12 dan 13. Dalam Webbo rank Juli 2007 itu tidak ada kelas ranking UPH, padahal webbo rank adalah sistem dunia yang dianggap “paling sederhana”.

Oleh karena itu, maka sudah saatnya pemerintah sebagai regulator bersama-sama dengan masyarakat untuk secara aktif mengawasi pola komersialisasi pendidikan yang dampaknya menggunakan cara-cara tidak
“fair”dalam rangka merekrut mahasiswa. Hasil kerja dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang membuat 15 standar penilaian antara lain: tata kelola kepemimpinan, fasilitas lab, alumni, jumlah Guru Besar (tidak perlu harus expert asing), rasio Dosen dengan Mahasiswa, prestasi Mahasiswa, hingga rasio antara jumlah peminat dengan yang diterima adalah merupakan kriteria yang sangat lengkap untuk menunjukkan daya saing suatu Perguruan Tinggi.

Daya saing pendidikan tinggi sebagaimana yang diamanatkan dalam konsep strategis HELTS DIKTI (Higher Education Long Term Strategy) haruslah dicapai dengan sistem penjaminan mutu yang benar, sehingga hasilnya bisa dilihat salah satunya dengan criteria akreditasi yang logis secara akademis, bukan logis secara pendekatan bisnis. (PS)

Mei 19, 2008 at 5:38 am 1 komentar

Copy Left

Dalam dunia intelektual, ada sejumlah ilmuwan justru menganjurkan untuk menentang gerakan copy right (hak cipta eksklusif) yang pada akhirnya membuat sebuah produk intelektual menjadi mahal dan elitis.

Tujuan gerakan ini sebenarnya bukan menentang soal copy right itu sendiri, melainkan sebuah kritik mengenai komersialisasi ilmu yang makin tidak beretika, sehingga negara-negara sedang berkembang dan miskin menjadi menderita dan tergantung sedemikian rupa terhadap negara-negara maju.

Ketidakadilan seperti ini melahirkan sebuah gerakan yang bernama copy left. Anda dipersilahkan menyebarluaskan sebuah hasil karya secara luas dan tak terbatas kepada orang-orang yang anda tahu benar membutuhkannya.

Salah satu produk copy left di dunia IT adalah open source berbasis LINUX. Meski pengaruhnya relatif kecil, raksasa software seperti Microsoft khawatir juga. Maklumlah, Microsoft adalah raksasa IT dunia yang paling terancam dengan gerakan open source di dunia IT. Tekanan ini sedemikian rupa besarnya sehingga mereka harus menurunkan harga copy right yang mereka miliki !

Buat kita rakyat negeri berkembang, sepatutnya pilih yang terbaik untuk pengembangan intelektual bangsa kita sendiri. Lakukan copy left secara terbatas, terutama bila itu untuk kepentingan penyebarluasan ilmu pengetahuan.

Maret 2, 2008 at 4:53 pm Tinggalkan komentar

AIRASIA MEMBERIKAN PELAYANAN TIDAK BAIK.

dari “vandalisme” di wikipedia indonesia

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

AIRASIA MEMBERIKAN PELAYANAN TIDAK BAIK.

Pengalaman pahit.

Kira2 judulnya cocok ga ya? Ah biarlah, yang penting unek2 nya untuk kebaikan tersampaikan, persepsi orang pasti berbeda satu dengan yang lain. Sabtu, 23 february 08, waktu dimana aku harus melakukan travel untuk bertemu relasi bisnis, apalagi orang asing, klo dibilang masalah disiplin mereka memang patut dicontoh, namun untuk keteladanan dan keuletan cina jagonya, sampai2 ada perkataan rasulullah yang bilang : tuntutlah ilmu sampai kenegeri cina, tapi masih jadi perdebatan ini hadist apa bukan. Omong2 masalah keuletan cina dlm berdagang sdh terkenal sejak dulu, melalui saudagar2nya yg pernah singgah ke Indonesia. Diantara mereka yang selalu datang berkunjung adalah Ma Huan dan Zheng He yang tidak lain adalah Laksamana Cheng Hoo. Beliau ini bermarga Ma>> atau Muhammad>> dalam bahasa kita, nenek moyangnya berasal dari Xi>> Yu (Bukhara di Asia Tengah) dan kini termasuk propinsi Xinjiang. Nama aslinya Ma He dan oleh kaisar Zhu Di dianugerahi marga “Zheng”, He sendiri artinya damai. Tujuh kali mengarungi samudra Hindia. Delapan puluh tujuh (87) tahun lebih dulu dari pelayaran Christopher Columbus, 92 tahun lebih awal dari penjelajahan Vasco da Gama dan 116 tahun lebih dini dari Ferdinand Magellan! Sekarang, aku makin gimana gitu kalau ada hadist Nabi yang berisi, Tuntutlah Ilmu sampai ke Negeri Cina. (diduga hadits, walaupun masih dhoif/lemah). Pelayaran Cheng Hoo yang telah menempuh lebih dari 160.000 mil laut atau sama dengan 296.000 km lebih pastinya berhasil mengumpulkan begitu banyak`data’ untuk kemajuan ilmu navigasi, peta wilayah, skema pelayaran, dll yang memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan manusia tentang ilmu bumi dunia dan teknologi maritim. Apalagi pelayaran beliau juga mengemban misi Kaisar Cina (dinasti Ming) untuk mempererat saling pengertian dan persahabatan antara negara/kerajaan di Samudera Hindia dan kota-kota di Asia Tenggara.

Opps… Lets back to story, yang namanya janji dengan orang asing harus on time/tepat waktu. Jadi aku pesan tiket flight nya Airasia yang terkenal murah itu lho… Tapi apa dikata kwalitas n pelayanan penyedia jasa penerbangan ini berbanding lurus pula dengan harganya yang murah meriah itu…. Pergi ke Bandara International Minang (BIM) di Padang Sumatera Barat, diriku pun tlat 5 menit untuk check in. Namun apa yang terjadi, sipetugas Airasia di BIM bilang Bpk ga bisa masuk!, limit waktu dah habis, diriku langsung kaget n balik celoteh ga bisa gitu donk saya punya date line tiket keluar negri yang harus diburu jg, jd mesti berangkat sekarang!. Lama berdebat tetap ga membuahkan hasil, pada hal para penumpang masih diruang tunggu lho (belom naik pesawat). Enak bener yaa cari duit kayak gini,… Sebelumnya ada kasus lagi yang terjadi dengan partner bisnis ku yang dari luar. Mereka sempat naik pesawat Airasia ini, bayangin saja rute perjalanannya Padang – Jakarta – Singapura, apa yang terjadi Airasia Cancel jadwal perjalanannya, apa ga sakit hati tu bule, flight dia yang singapura – hongkong – UK, jadi hangus donk? Gara2 pelayanan Airasia yang seenak perutnya ini. Ada lagi partner yang dari singapura pesen tiket rute Singapura – Jakarta – Padang, dan pesen buat balik juga Padang – Jakarta – Singapura, eee tau ga apa yang terjadi si Airasia kembali cancel, klo dari Singapura alasannya mesin pesawat mengalami gangguan, klo Airasia yang dari Bandara International Minang bilang pesawat berangkat ke Singapura dulu baru setelah itu melayani rute Padang – Jakarta, gile bener tu Airasia. Sebelumnya bule dari Australia, rute Airasianya Singapura – Padang – Jakarta, eee yg rute Padang – Jakarta di Cancel, otomatis tiket sibule yg sudah dipesen rute Jakarta – Bali – Australia dg Flight lain jd hangus donk? Itu bule gondokan nya kyk orang gile… Ditonjok, ditonjok dech petugas Airasia yang di BIM. Nah pengalaman ku dua bulan lalu, dua kali tiket ku dicancel jadwal keberangkatannya, namun aku msh bisa tahan diri utk ga emosi. Eee sabtu 23 january 08, giliran diriku yg telat 5 menit untuk check in, ga bs berangkat n tiket pun hangus… Ga adil donk jika begini, mana Penerapan Undang2 Perlingdungan komsumennya? Mau se enaknya aja ni Airasia. “Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 yang berpotensi terlanggar adalah terdapat dalam Pasal 4 huruf a yang menyatakan: “Konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa”.

Sebaliknya secara keperdataan tanggungjawab penyelenggara penerbangan diatur berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang menyebutkan: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian tersebut karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”. Selanjutnya dalam Pasal 1366 KUHPerdata juga menyatakan: “setiap orang bertanggungjawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya”.

Apabila dikualifikasi unsur-unsur pelanggaran yang terdapat dalam kedua pasal tersebut secara jelas telah terpenuhi dalam persoalan penyelenggaraan undian tersebut. Adapun unsur-unsur tersebut adalah: Pertama, unsur perbuatan melawan hukum; Kedua, unsur kerugian. Ketiga, unsur kelalaian atau kesembronoan. Potensi kerugian yang mungkin terjadi di kalangan konsumen jasa penerbangan bisa terkait waktu dan biaya. Misalnya, (1) biaya yang harus dikeluarkan (out of pocket expenses), (2) kerugian berupa hilangnya potensi pendapatan karena keterlambatan dan (3) turunnya nilai aset karena kerusakan barang di pesawat. Khusus untuk korban individu masih ditambah berupa kerugian immateril, yang nilainya tidak dapat diukur secara nominal, karena sifatnya sangat subyektif. Yaitu berupa stress, adanya rasa trauma, dan lain-lainnya.

Banyaknya peristiwa-peristiwa yang dialami yang menimpa konsumen jasa penerbangan, seperti, korban penundaan keberangkatan atau kehilangan barang berharga, merupakan potret penghargaan terhadap hak-hak konsumen yang masih rendah. Tentunya praktik tersebut tidak bisa didiamkan. Demi penghargaan hak-hak konsumen, beragam peluang baik secara legal maupun non-legal sudah tersedia yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen ataupun lembaga yang membelanya. Ayo, siapa menyusul?

(Penulis adalah Direktur LAPK, Ketua Lembaga Hukum dan HAM PWM-SU, Advokat dan Dosen PPs Magister Ilmu Hukum UMSU e-mail: farid_w70[@]yahoo.com)

Ada saran ni, bagi yg ingin mendapat pelayanan yang cukup memuaskan mending cari Flight yg lain aja…, spt Garuda n Flight yg lainnya, mesti dari standar keamanan hampir semua sama, tapi yang kita butuh kan pelayanan nya, mereka kan jual jasa, jadi mesti pinter donk buat menyediakan jasa yang terbaik bagi penggunanya, jangan ingin menang sendiri. Saat ini refensi ku buat yang ingin pelayanan cukup baik mending pilih Garuda aja kali. Flight yang lain seperti batavia, merpati juga bole tuh, asal jangan kejadian seperti Airasia ini…

Perbuatlah kepada orang lain apa yang engkau ingin orang lain perbuat kepadamu. Jika engkau ingin dihargai orang lain, hargailah orang lain terlebih dahulu. Jika engkau ingin orang lain berbuat baik kepadamu, berbuat baiklah terlebih dulu kepadanya. Banyak hal dalam kehidupan ini harus dimulai dari diri kita sendiri, karena setiap kali kita memberi berarti kita menerima.

Februari 26, 2008 at 2:29 pm Tinggalkan komentar

Mafia SMS

DEAR ALL MY FRIENDS

TOLONG  BACA DAN JANGAN  COBA 2X IKUT WALAU PUN HANYA
Rp 2000 MAKANYA BACA OK

Dapat dari milis tetangga………

Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang  AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari kehidupan mereka.

Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan. Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka anggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.

Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit mahal RP 500..000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem dan kehidupan glamor, lha makan aja susah.

Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll.

Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah. Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.

Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.

Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.

Mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu ke media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup mereka yang kontras dengan image publik kayanya menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu lebih banyak lagi.

JUDI SMS MENGGILAAAA ……

Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan.
Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI, Putri Cantrik, dsb.
Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit penyanyi terbaik.
Acara ini hanya sebagai kedok.
Bisnis sebenarnya adalah SMS premium.

Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum — setidaknya  sampai saat ini.
Mari kita hitung.
Satu kali kirim SMS biayanya  –anggaplah– Rp 2000.
Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb).
Sisanya yang 40% untuk “bandar” (penyelenggara) SMS.
Siapa saja bisa jadi bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya.
Jika dari satu SMS ini “bandar” mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone?
Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 80.000.000.000 (baca: Delapan puluh milyar rupiah).
Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ? rumah senilai 1 milyar, itu artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai “biaya promosi”!
Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali.
Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan “siapa tahu” mendapat hadiah.
Kata “siapa tahu” adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa handphone.
Pulsa ini dibeli pakai uang.
Artinya : Kuis SMS adalah 100% judi.

Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir menyesatkan.
Pemirsa televisi diminta menebak, “buka” atau “sahur”, lalu jawabannya dikirim via SMS.
Ada embel-embel gratis.
Ada kata, “dapatkan handphone…” Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka :
“Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis (toll free), saya bisa mendapat handphone gratis”.

Kondisi ini sudah sangat menyedihkan.
Bahkan sangat gawat.
Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB.
Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi, hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!
.
Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini.
Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belakan

Thanks,

Best Regards
Heriyanto
MT IT
PT.Indomarco Prismatama

Februari 22, 2008 at 11:25 am 2 komentar

Older Posts


Kategori

Blog Stats

  • 2.684 hits